24 Juli 2009

Spirit Camp: SENDIRI dan TERASING ?

Semesta di Kesendiriannya

Matahari telah terbenam dan pepohonan itu gelap, namun profilnya tampak nyata pada latar belakang langit yang mulai memudar. Sungai yang tak terlalu lebar tapi deras itu tampak damai dan hening. Rembulan tak kunjung mulai muncul dari balik cakrawala. hanya bintang yang beranjak naik di antara dua pohon besar, tetapi sorotnya nyaris tak menimbulkan bayangan.

Mudika St. Maria Tanjung Selamat (selanjutnya disingkat Mudika) memanjat tepi sungai yang terjal dan meniti jalan setapak yang menyusuri hutan yang hijau dan masih asri. Jalan setapak ini jalan yang sangat tua; ribuan kaki telah menapaknya, dan ia kaya dengan tradisi dan keheningan. Jalan itu merambah di antara ladang-ladang dan pohon-pohon tua dan muda , dan bendungan dan air terjun yang meneriakkan amarah terhadap eksploitasi manusia atas alam.

Pepohonan itu terasa anggun menjauh; mereka menarik diri ke dalam kesunyian dan kegelapan sendiri. Beberapa orang dari Mudika lewat dengan tertarih, ringan langkah, gontai pun penuh semangat, sambil mengobrol, lalu sekali lagi terdapat keheningan dan kedamaian yang timbul apabila semua berada sendiri.

Aloneness vs loneliness
Kesendirian [aloneness] ini bukan kesepian [loneliness] yang menindih dan mencekam. Ia berarti "berada sendiri"; ia tak ternoda, kaya, dan lengkap. Pohon tua itu tidak punya eksistensi kecuali menjadi dirinya. Begitu pula kesendirian ini. Orang berada sendiri, seperti api, seperti bunga, tetapi orang tidak sadar akan kemurnian dan kedalamannya. Orang hanya dapat sungguh-sungguh berkomunikasi apabila terdapat kesendirian.
Sendiri bukanlah hasil dari pengingkaran atau menutup diri.

Kesendirian adalah membuang semua motif, semua pengejaran keinginan, semua cita-cita. Kesendirian bukanlah hasil akhir dari pikiran. Anda tidak dapat menginginkan kesendirian. Keinginan seperti itu hanyalah pelarian dari kesakitan karena ketidakmampuan menyatu.

Kesepian, dengan ketakutan dan bebannya yang menghimpit, adalah keterasingan, tindakan yang mau tidak mau datang dari diri. Proses keterasingan ini, baik yang meluas maupun sempit, menimbulkan kebingungan, konflik dan penderitaan. Keterasingan tidak pernah dapat melahirkan kesendirian; yang satu harus berakhir agar yang lain muncul. Kesendirian tidak terbagi-bagi, sedangkan keterasingan adalah pemisahan. Yang berada sendiri adalah lentur dan dengan demikian mampu bertahan. Hanya yang sendiri dapat menyatu dengan yang tanpa sebab, yang tak terukur. Bagi yang sendiri, hidup adalah abadi; bagi yang sendiri, tidak ada kematian. Yang sendiri tidak dapat berakhir.

Sayup-sayup desahan angin, terang bintang yang baru saja mencapai puncak pepohonan, dan kini bayang-bayang pepohonan itu kian gelap dan pekat. Beberapa orang yang juga berkemah dengan kelompok berbeda, para pemandu dan penduduk setempat terdengan bercengkerama selagi kami melewati hutan rindang dan berjalan kembali menyusuri sungai. Sungai itu begitu hening sehingga dapat menangkap kilauan bintang-bintang serta lampu-lampu jembatan panjang yang membentang di atas permukaan airnya.

Di Perkemahan Kami

Di tepi perekemahan kami,  sekelompok praja muda kerana (pramuka)  yang bertenda di samping kami sesekali tertawa-tawa, dan teriakan seorang leader terdengar melengking. tak jarang pulamemperdengarkan lagu-lagu pop yang bahkan sangat mengganggusuasana hening yang ingin kami bangun bersama. Seekor burung malam terbang melintas diam-diam. Seseorang mulai bersenandung di tepi seberang sungai yang lebar itu, dan kata-katanya jelas menembus malam. Lagi-lagi kesendirian adalah hidup yang meresap ke mana-mana.***


Lucius OSC [inspirasi: Sendiri dan Terasing dari J. Krishnamurti]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Fiat voluntas Tua!"